Minggu, 17 April 2011

baru

1. Tujuan proses pengolahan
Dikaitannya dengan rencana pemasaran dan operasi penambangan batubara, maka pengadaan proses pengolahan batubara (coal Processing plant /CCP) bertujuan untuk mengolah batubara menjadi produk batubara ( product area ) yang sesuai dengan permintaan pasar. Dengan mempertimbangkan beberapa hal, misalnya kualitas atau mutu cadangan batubara, metode penambangan yang terpilih, serta kualitas permintaan pasar, maka proses pengolahan batubara, meliputi ruang lingkup proses sebagai berikut:
a. Melakukan reduksi ukuran (size reduction) melalui penggerusan (crushing)
b. Melakukan pemisahan (clasification) melalui pengayakan (screening)
c. Melakukan pencampuran (blending) batubara
d. Melakukan penimbunan/penumpukan batubara (sitockpilling)
e. Melakukan penanganan limbah air (water pollution treatment).

2. Desain pengolahan batubara
Dalam upaya mengolah batubara menjadi produk akhir yang diminati konsumen perlu rancangan pengolahan yang komprehensif agar pelayanannya memuaskan. Rancang bangun unit pengolahan didasarkan pada faktor-faktor antara lain: target atau permintaan pasar rata-rata, kualitas batubara dari tambang (raw coal), spesifikasi produk akhir yang diminta, ketersediaan lahan untuk area pengolahan termasuk tempat penimbunan (stockpile) dan ketersediaan air disekitar area pengolahan. Semua f aktor tersebut diatas akan menentukan jenis, dimensi dan kapasitas peralatan atau mesin pengolahan yang dibutuhkan serta flowsheet pengolahan yang sesuai dengan memperhatikan unsur keselamatan kerja.

2.1 Kapasitas produksi
Kapasitas produksi pengolahan batubara harus mampu mencapai atau memenuhi target produksi optimum yang direncanakan misal, yaitu 2.000.000 ton per tahun dengan kapasitas stockpile sebesar 200.000 ton/2 bulan. Berdasarkan target tahunan tersebut dapat dihitung kapasitas unit pengolahan yang beroperasi 2 shift/hari (8 jam/shift), 28 hari/bulan dan efisiensi kerja 80% sebagai berikut:

T = 0,80 x 16 jam/hari x 28 hari/bulan x 12 bulan/tahun = 4300 jam/tahun

2.000.000 ton/tahun
K = -------------------- = 465 ton/jam
4300 jam/tahun

Loses factor = 8% = 0,08 x 465 = 37 ton/jam

Kterpasang = 465 + 37 = 502 ton/jam
Di mana T dan K masing-masing adalah waktu produksi dan kapasitas produksi. Dengan loses factor sebesar 8% akan diperoleh kapasitas terpasang sekitar 500 ton/jam.

2.2 Kualitas produksi
Kualitas produksi hasil proses pengolahan batubara harus dapat me menuhi persyaratan yang diinginkan pasar. Berdasarkan survey pasar dapat disimpulkan bahwa kualitas batubara yang harus dihasilkan proses pengolahan seperti terlihat pada Tabel berikut :

2.3 Prosedur pengolahan batubara
Prosedur pengolahan memperlihatkan tahapan proses pengolahan batubara mulai dari penimbunan raw coal di lokasi pabrik pengolahan sampai produk akhir. Gambar 1 adalah diagram alir (flowsheet) proses pengolahan yang merupakan gambaran dari prosedur pengolahan batubara.
a. Persiapan pengumpanan (feeding)
Sebagai umpan (feed) awal proses pengolahan adalah batubara dari tambang atau ROM atau raw coal yang ditumpuk di stockpile di lokasi pengolahan. Ukuran maksimum umpan awal ini direncanakan 300 mm, sedangkan terhadap umpan yang lebih besar d ari 300 mm akan dilakukan pengecilan secara manual menggunakan hammer breaker. Baik umpan batubara dari tambang maupun hasil pengecilan ulang semuanya dimasukkan ke hopper menggunakan wheel loader untuk dilanjutkan ke proses reduksi dan pengayakan sampai diperoleh produkta akhir yang siap jual.

b. Pengay akan dengan Grizzly
Grizzly berfungsi memisahkan fraksi batubara berukuran +300 mm dengan -300 mm dan posisinya terletak tepat di bawah hopper. Lubang bukaan (opening) grizzly berukuran 300 mm x 300 mm. Undersize grizzly -300 mm diangkut belt conveyor untuk u mpan crusher primer. Sedangkan fraksi +300 mm di kembalikan ke tumpukan untuk dire duksi ulang menggunakan hammer breaker. Hasil reduksi ulang dikembalikan lagi ke grizzly untuk pemisahan atau pengayakan ulang. Proses ini berlangsung terus menerus selama shift kerja berlangsung.
c. Peremukan tahap awal (primary crusher)
Proses peremukan awal bertujuan untuk mereduksi ukuran fraksi batubara -300 mm menjadi ukuran rata-rata 150 mm. Dengan demikian nisbah reduksi (reduction ratio) pada tahap primer ini adalah 2. Alat yang digunakan adala h roll crusher yang berkapasitas 50 0 ton/jam. Untuk menaksir power atau energi (hp) crusher digunakan rumus Bond Crusher Work Index Equation seperti terlihat berikut ini.
Written by Boss Tambang Friday, 22 January 2010 15:42


di mana:
Wi = Indeks kerja (work index) yang diperoleh dari hasil uji kemampu-gerusan (grindability) di lab, untuk batubara sekitar 11,37
C = konstanta dari pabrik pembuat unit crusher, biasanya di atas 10 tergantung jenis bahan metal pembentuk crusher tersebut. Untuk batubara diambil 10
F = diameter umpan yang 80% lolos (hasil uji analisis ayak di lab),
P = diameter produkta yang 80% lolos (hasil uji analisis ayak di lab),
Faktor = konstanta jenis crusher, untuk primer = 0,75 dan sekunder = 1

Hasil perhitungan untuk menaksir kebutuhan energi crusher primer dengan menggunakan persamaan (1) dan (2) hasilnya sebagai berikut:
F = dijamin konsisten berukuran -300 mm (300.000) sebanyak 80%
P = dijamin konsisten berukuran -150 mm (150.000) sebanyak 80%
faktor = 0,75 (crusher primer)


d. Pengayakan (screening) tahap-1
Proses pengayakan adalah salah satu proses yang bertujuan untuk mengelompokan ukuran fraksi batubara, sehingga disebut juga dengan proses classification. Alat yang dipakai untuk pengayakan biasanya ayakan getar (vibrating screen). Pada pengolahan batubara ini proses pengayakan tahap awal menggunakan vibrating screen-1 untuk memisahkan fraksi ukuran +150 mm dan -150 mm. Fraksi -150 mm adalah umpan secondary crusher, sedangkan + 150 mm diresirkulasi sebagai umpan crusher primer untuk diremuk ulang. Produkta dari proses pengayakan harus selalu dijaga konsistensi laju kapasitasnya sebanyak 500 ton/jam. Untuk itu perlu dilakukan penaksiran dimensi (panjang dan lebar) dari ayakan (screen) yang harus dipasang.

Terdapat beberapa metoda untuk menentukan dimensi screen dan cara yang dipakai dalam rancangan unit screen dalam studi ini adalah cara grafis dengan beberapa rangkuman konstanta (faktor) yang diperlukan seperti terlihat pada Tabel 2. Konstanta tersebut merupakan faktor yang
telah disesuaikan dengan kondisi di lapangan yang umumnya digunakan untuk pengayakan batubara. Gambar 2.a adalah kurva untuk menghitung produkta hasil pengayakan (ton/jam/ft²) dan Gambar 2.b hubungan antara lebar ayakan dengan laju produkta per inci bed depth (ketebalan lapisan aggregate batubara di atas ayakan) dengan kecepatan 1 ft/sec. Kapasitas screen dirumuskan sebagai berikut:

K = P x E x D x F x W x T x B (3)

di mana:
K = kapasitas, ton/jam/sqft
P = produksi, ton/jam/sqft
E, D, F, W, T dan B adalah faktor seperti terlihat pada Tabel 2

Tabel 1. Faktor dan konstanta pengukuran luas screen


Gambar 1. Diagram alir proses pengolahan batubara



Gambar 2. Pengestimasi laju produkta dan bed depth


Hubungan Antara Produksi (ton/jam/cuft) dengan ukuran produkta dan Hubungan Antara Lebar Ayakan dengan Bed depth pada Kecepatan Alir 1 ft/sec

Berikut adalah tahapan perhitungan dimensi vibrating screen-1 untuk mengayak batubara 150 mm.
(1) Asumsi kondisi proses (sesuai konstanta atau scoring pada Tabel 2)
Posisi deck paling atas dengan opening 150 mm 6 inci; D = 1,00
Diasumsikan umpan bermuatan 60% berukuran -3 inci; F = 1,40
Spesifikasi oversize hasil pengayakan masih mengandung 10% berukuran -6 inci; E = 1,25
Bentuk lubang bukaan bujursangkar (square) berukuran 6¼” x 6¼”; T =1,00
Densitas aggregate batubara 60 lbs/cuft (dibandingkan dengan densitas batubara berbasis 60 lbs/cuft, sesuai kurva pada Gambar 2.a); B = 60
60 = 1,00
Tidak dilakukan penyemprotan di atas screen; W = tidak ada skor
Laju pengumpanan 625 ton/jam dengan kandungan -6 ” = 80%, jadi kemungkinan produkta lolos = 0,8 x 625 = 500 ton/jam.

(2) Luas screen yang diperlukan
Dari kurva pada Gambar 2.a diperoleh 4 ton/jam per sqft
Kapasitas (pers. 3) = 4 x 1,25 x 1 x 1,4 x 1x 1 = 7 ton/jam per sqft
Laju produksi = 0,8 x 625 = 500 ton/jam
Luas screen yang diperlukan = 500 / 7 = 71,43 sqft

(3) Perhitungan bed depth
Digunakan kurva pada Gambar 2.b dengan kemiringan screen 18º
Dipertimbangkan pengurangan lebar screen total akibat diameter kawat ayakan sekitar 6”. Kemudian dicoba lebar screen 5 ft (lebar bersih 4 ft-6”)
Dari Gambar 2.b diestimasi laju produksi terbaca 40 ton/jam per inci ketebalan aggregate batubara pada kecepatan 1 ft/sec = 60 ft/men (densitas aa ggregat 60 lbs/cuft dan lebar efektif screen 4 ft-6”)
Bila kecepatan aliran batubara pada kemiringan 18º = 55 ft/men, maka laju aggregate per inci bed depth = 40 x 55 / 60 = 37 ton/jam per inci bed depth
Oversize = (0,20 x 625) + (0,10 x 500) = 175 ton/jam
Jadi bed depth = 175 / 37 = 5”
Bila dibandingkan bed depth (5”) dengan ukuran fraksi batubara yang diayak rata-rata 6”, maka akan terbentuk hanya satu layer di atas permukaan screen. Untuk memperoleh efisiensi pengayakan yang tinggi perlu dilaku kan simulasi dengan mengubah sudut screen.
Dari perhitungan luas screen diatas, yaitu 71,43 sqft, kemudian disesuaikan dengan spesifikasi unit screen dari pabrik pembuatnya. Sebagai contoh screen buatan NORDBERG seri RS yang berukuran 5 x 16 ft, yaitu TY516RS dapat digunakan. Luas screen TY516RS adalah 80 sqft berarti lebih besar dari perhitungan dan power yang diperlukan antara 15–20 HP (11–15 kW). Pemilihan screen tersebut didasari oleh tidak adanya di mensi screen yang sesuai persis dengan hitungan dan screen dengan seri tersebut yang paling mendekati. Disamping itu screen jenis ini dimanfaatkan untuk pemisahan partikel kasar maupun halus serta material yang bersifat lembab dan lengket, jadi cocok untuk pengayakan batubara. Keuntungan lainnya adalah kapasitas pengayakan dapat ditambah.

e. Peremukan sekunder (secondary crushing)
Proses peremukan sekunder bertujuan untuk mereduksi ukuran fraksi batubara -150 mm menjadi ukuran rata-rata 50 mm, dengan demikian nisbah reduksi pada tahap sekunder ini adalah 3. Alat yang digunakan sama seperti peremuk primer, yaitu roll crusher berkapasitas 500 ton/jam. Dilihat dari besarnya nisbah reduksi, yang lebih besar dibanding peremuk primer, maka dapat diperkirakan bahwa energi yang diperlukan akan lebih besar pula. Taksiran energi tersebut dihitung sebagai berikut:
F = dijamin konsisten berukuran -150 mm (150.000 ) sebanyak 80%
P = dijamin konsisten berukuran -50 mm (50.000 ) sebanyak 80%
faktor = 1,00 (crusher sekunder)

e. Pengayakan tahap-2
Jenis alat yang dipakai adalah vibrating screen yang digunakan untuk memisahkan fraksi berukuran -50 mm. Umpan yang masuk adalah hasil peremukan dari crusher sekunder berukuran -150 mm. Agar memperoleh kapasitas sesuai dengan target, maka perhitungan dimensi ayakan pada tahap-2 ini sama seperti yang telah diuraikan pada perhitungan dimensi ayakan tahap-1.

Download : PDF | Doc
Search More Related To This Page :


Email Subscription
Enter your email address:


Delivered by FeedBurner
Related Articles
• Batubara Sebagai Bahan Bakar PLTU
• Rekayasa
• Sifat Umum
• Batubara Dalam Industri Semen
• Lingkungan Hidup
• Rencana Bahan Galian Industri
• Kualitas
• Cara Terbentuknya
• Coal
• Gambut

(1) Asumsi kondisi proses (sesuai konstanta atau scoring pada Tabel 2)
Posisi deck paling atas dengan opening 50 mm ---> 2 inci; D = 1,00
Diasumsikan umpan bermuatan 60% berukuran -1 inci; F = 1,40
Spesifikasi oversize hasil pengayakan masih mengandung 10% berukuran -2 in ci; E = 1,25
Bentuk lubang bukaan bujursangkar (square) berukuran 2¼” x 2¼”; T =1,00
Densitas aggregate batubara 60 lbs/cuft (dibandingkan dengan densitas batubara berbasis 60 lbs/cuft, sesuai kurva pada Gambar 2.a); B = 60/60 = 1,00
Tidak dilakukan penyemprotan di atas screen; W = tidak ada skor
Laju pengumpanan 625 ton/jam dengan ka ndungan -2 ” = 80%, jadi kemungkinan produkta lolos = 0,8 x 625 = 500 ton/jam.

(2) Luas screen yang diperlukan
Dari kurva pada Gambar 2.a diperoleh 2,9 ton/jam per sqft
Kapasitas (pers. 3) = 2,9 x 1,25 x 1 x 1,4 x 1x 1 = 5,10 ton/jam per sqft
Laju produksi = 0,8 x 625 = 500 ton/jam
Luas screen yang diperlukan = 500 / 5,1 = 98,04 sqft
(3) Perhitungan bed depth
Digunakan kurva pada Gambar 2.b dengan kemiringan screen 18º
Dipertimbangkan pengurangan lebar screen total akibat diameter kawat ayakan sekitar 6”. Kemudian dicoba lebar screen 5 ft (lebar bersih 4 ft-6”)
Dari Gambar 2.b diestimasi laju produksi terbaca 40 ton/jam per inci ketebalan aggregate batubara pada kecepatan 1 ft/sec = 60 ft/men (densitas a ggregat 60 lbs/cuft dan lebar efektif screen 4 ft-6”)
Bila kecepatan aliran batubara pada kemiringan 18º = 55 ft/men, maka laju aggregate per inci bed depth = 40 x 55/60 = 37 ton/jam per inci bed depth
Oversize = (0,20 x 625) + (0,10 x 500) = 175 ton/jam
Jadi bed depth = 175 / 37 = 5”

Bila dibandingkan bed depth (5”) dengan ukuran fraksi batubara yang diayak rata-rata 2”, maka akan terbentuk hanya dua layer di atas permukaan screen. Untuk memperoleh efisiensi pengayakan yang tinggi perlu dilakukan simulasi dengan mengubah sudut screen. Dari perhitungan luas screen di ata s, yaitu 98.04 sqft, ke mudian disesuaikan den gan spesifikasi unit screen dari pabrik pembuatnya. Sebagai contoh screen buatan NORDBERG seri RS yang berukuran 6 x 20 ft, yaitu TY620RS dapat digunakan. Luas screen TY620RS adalah 120 sqft berarti lebih besar dari perhitungan yang mempunyai keuntungan bahwa kapasitas pengayakan dapat ditambah. Atau dengan pesanan khusus agar dimensi screen sesuai dengan hasil perhitungan. Power yang diperlukan oleh seri screen di atas antara 20-40HP (15-30 kW).

3. Proses penyampuran batubara (blending)
Hasil pengolahan terhadap batubara dapat diklasifikasikan menjadi dua kelompok, yaitu batubara high grade dan low grade. Untuk mendapatkan kualitas batubara yang sesuai dengan permintaan pasar dilakukan blending batubara high dan low grade dengan perbandingan tertentu. Faktor penting yang harus diperhatikan dalam proses blending adalah:
a. Kuantitas batubara yang ada di stockpile
b. Parameter apa yang menjadi tolok ukur blending, biasanya kalori
c. Variasi parameter batubara yang akan di blending
d. Peralatan blending yang memadai
e. Kapasitas stockpile harus mencukupi
Apabila permintaan pasar sesuai de ngan kualitas batubara yang ada di stockpile, maka tidak perlu dilakukan blending.
Persamaan umum yang digunakan untuk blending sebagai berikut:

dimana:
Qb = Kualitas blending
Qn = Kualitas variasi tumpukan batubara-1, 2, 3, …, n
Nn = Berat batubara yang diambil dari tumpukan batubara-1, 2, 3,…,n

Terdapat dua cara melakukan blending, yaitu menggunakan system stacking conveyor (stacker) dan melalui bin yang dilengkapi conveyor feeder seperti sketsa pada Gambar 3 dan Gambar 4.

Dengan menggunakan stacker conveyor harus dilakukan proses penimbunan yang menghasilkan perlapisan teratur agar diperoleh ratio campuran yang relatif memadai. Oleh sebab itu terdapat 3 model blending, yaitu chevron, windrow dan chevron-windrow, yang menghasilkan berbagai perlapisan seperti terlihat pada Gambar 5.


Gambar 5. Timbunan blending batubara menggunakan stacker conveyor

Blending menggunakan sistem control melalui bin dan feeders den gan kecepatan bervariasi biasanya menghasilkan blending yang lebih baik dibanding menggunakan stacker conveyor. Hal ini disebabkan adanya pengontrolan sebagai berikut:
a. Kecepatan feeder dari setiap bin da pat divariasikan, sehingga tonase yang diproduksi setiap feeder bervariasi juga sesuai dengan yang telah ditetapkan;
b. Umpan yang masuk bin dan yang keluar dari setiap feeder dapat diko ntrol menggunakan alat Ratio Unit;
c. Pemantauan tonage produksi blending dilakukan oleh alat kontrol belt weighter;
d. Distribusi hasil blending pada tumpukan akhir relatif lebih merata.

4. Kolam pengendap (settling pond)
Kolam pengendap perlu direncanakan dibangun di lokasi pengolahan batubara. Air hujan yang melewati tumpukan batubara di areal stockpile berpeluang mencemarkan lingkungan, baik secara fisik maupun kimia. Secara fisik terjadi ketika aliran air hujan yang melewati tumpukan batu bara akan membawa partikel batubara halus keluar dari tumpukan yang membuat aliran air tersebut menjadi berwarna hitam. Apabila aliran air yang keluar dari tumpukan batubara masuk ke sungai, maka dapat menimbulkan pencemaran secara fisik terhadap sungai. Secara kimia terjadi ketika air hujan bereaksi den gan unsur-unsur kimia y ang terkandung dalam mineral yang berasosiasi dengan batubara, misalnya pyrite dan marcasite. Reaksi kimia ini berupa reaksi oksidasi yang dapat menjadikan air hujan bersifat asam seperti ditunjukkan oleh persamaan reaksi berikut ini.
2 FeS2 + 7O2 + 2 H2O -------------> 2 FeSO4 + 2 H2SO4

Dengan adanya kolam pengendap, maka partikel halus didalam air limbah atau buangan yang keluar dari lokasi pengolahan batubara akan diendapkan dan sekaligus dinetralkan kembali menggunakan gamping (lime). Air limbah yang sudah diolah (treatment) dapat dialirkan ke sungai. Diharapkan kolam pengendap ini menjadi solusi untuk mengurangi dampak negatif lingkungan akibat aliran air kotor dari tumpukan batubara . Kolam pengendap dibuat pada topografi paling rendah yang biasanya dekat dengan sungai, sehingga jarak pengaliran air bersih ke sungai menjadi pendek.
Dimensi kolam disesuaikan dengan debit aliran air kotor yang keluar, namun ukuran panjang x lebar x dalam sekitar 25 m x 25 m x 2,5 m dapat dibuat sebagai standard. Apabila kurang, maka dapat dibuat beberapa kolam dengan ukuran yang sama.

5. Tata letak diunit pengolahan dan sekitarnya

Pada prinsipnya unit pengolahan harus selalu dekat dengan sungai karena kaitannya dengan pekerjaan pembersihan unit-unit pengolahan, aktifitas penyaliran dan sarana transportasi pengiriman produk akhir ke konsumen. Untuk mendapatkan luas lahan minimum bagi lokasi pengolahan dan sekitarnya perlu dipertimbangkan beberapa faktor antara lain:
a. Jumlah dan luas stockpile untuk timbunan raw batubara agar memenuhi target;
b. Jumlah dan luas produk akhir (finished product) batubara yang siap diangkut ke konsumen;
c. Luas pabrik pengolahan atau processing area;
d. Luas perkantoran dan sekitarnya;
e. Sarana penunjang lain, misalnya jalan angkut , panjang konveyor, area maneuver alat muat (loader) dan water treatment.

a. Geometri dan luas raw coal stockpile
Untuk memenuhi target produksi yang direncanakan sebesar 2.000.000 ton/tahun diperlukan cadangan raw coal stockpile yang mampu menampung sekitar 200.0 00 ton/2 bulan. Berdasarkan cadangan raw coal tersebut perlu diketahui bentuk bangun timbunan batubara, sehingga dapat dipersiapkan luas lahannya dengan perhitungan sebagai berikut :
Bentuk bangun timbunan batubara adalah limas terpancung (lihat Gambar 6) yang volumenya adalah 1/3 t x (B + A + VB + A), di mana B, A dan t masing-masing adalah luas bidang bawah, luas bidang atas dan tinggi;

Gambar 6. Bentuk bangun dan geometri raw coal stockpile

Diambil panjang dan lebar alas timbunan 200 m, Tinggi 4 m dan sudut kemiringan lereng timbunan 35º.
LB = panjang atau lebar sisi alas = 200 m, LA dicari sebagai berikut:

Dengan estimasi densitas raw coal = 1,6 Ton/m³, maka berat (W) timbunan raw coal = 241.685 ton/timbunan
Dibandingkan dengan target 200.000 ton/2 bulan/timbunan, maka estimasi dimensi timbunan batubara seperti pada Gambar 6 di atas dapat diterima.

b. Geometri dan luas product coal stockpile
Stockpile ini digunakan untuk menampung sementara batubara hasil pengolahan. Timbunan batubara terbentuk dari curahan belt conveyor, sehingga bentuknya adalah kerucut (lihat Gambar 7). Kapasitas timbunan 100.000 ton/bulan, maka dimensinya dihitung sebagai berikut:
*). Diestimasi diameter lingkaran bawah = 100 m, sudut kemiringan timbunan batubara 35º dan tinggi tumpukan maksimum 10 m, maka diameter lingkar an atas =

= 71,4 m

Gambar 7. Bentuk bangun dan geometri product coal stockpile

Volume dihitung dengan rumus 1/3 ∏ h (R2 + r2 + Rr), di mana h, R dan r masing-masing adalah tinggi kerucut, jari-jari lingkaran bawah dan jari-jari lingkaran atas.
V = 1/3 ∏ 10 (102 + 35,72 + (10 x 35,7)) = 58.220 m³
Dengan estimasi densitas produk batubara 1,8 Ton/m³, maka berat (W) timbunan produk akhir batubara = 104.800 ton/timbunan

Dibandingkan dengan target 100.000 ton/bulan/timbunan, maka estimasi dimensi timbunan batubara seperti pada Gambar 7 di atas dapat diterima.

c. Dampak timbunan batubara terhadap subsidence
Pembebanan dari stockpile batubara dapat menyebabkan lapisan dibawahnya mengalami pemampatan. Pemampatan tersebut disebabkan oleh adanya deformasi partikel tanah, keluarnya air atau udara dari dalam pori-pori tanah dan getaran crusher serta alat-alat pengolahan lainnya.
Secara umum penurunan tanah tersebut dibagi dalam dua kelompok, yaitu (1) penurunan konsolidasi dan (2) penurunan segera:
(1) Penurunan “konsolidasi” terjadi akibat berubahnya volume tanah jenuh air akibat keluarnya air dari pori-pori tanah tersebut. Biasanya peristiwa ini memakan waktu lama.
(2) Penurunan “segera” terjadi setelah terjadi penambahan tegangan akibat beban timbunan batubara diatasnya dan tidak berpengaruh terhadap kadar air tanah. Timbunan batubara menimbulkan penyebaran tegangan pada lapisan tanah di bawahnya yang dapat dianalisis dengan cara pendekatan.

Penurunan “segera” tidak diperhitungkan karena penuruannya kecil sekali dibanding penurunan “konsolidasi” dan juga karena terbatasnya parameter yang dibutuhkan. Sementara penurunan konsolidasi diasumsikan terjadi dengan merembesnya air ke dua arah (double drainage), yaitu keatas dan kebawah. Karena umur tambang batubara diperkirakan hanya sekitar 5 tahun, maka pengaruh penurunan konsolidasi ini pun kurang begitu signifikan. Estimasi penurunan tanah akibat timbunan batubara untuk jangka waktu 5 tahun ± 0,5 m sedangkan penurunan yang diijinkan ± 3 m.

Selasa, 18 Januari 2011

seminggu PKL

sudah seminggu ternyata, kerjaan selama itu ternyata cuma ngetik sama melengkapi data-data SIMPEG...
membuat dan menempel kan kartu untuk buku di perpustakaan

hari ini, belum ada kerjaan :D

hari kedua

Hari kedua pkl...

pagi nya cuma ngetik- ngetik aja, bikin form pengisian pegawai....

ngrobek simpeg warna hijau sama berah, gila banyak banget,,, sampai pegel deeh

siangnya input data nip nama sama golongan pegawai yang ada di simpeg.. fyuuu bener-bener pegel........

moga-moga besok kerjaannya g sebanyak ini.. hoohohohoooo

Hari pertama PKL

hari pertama PKL, berangkat pagi2... APEL
nggak pernah terbayang yang nama nya apel tu gimana, ternyata cuma berdoa aja, mana ngaret lagi pegawainya hohoooo biasalah, pns getooh
masuk ruanganku, nunggu lagi... belum ada orang sampai jam 9 an
Disuruh seting acer ke canon MG8170 pake wifi...
bodohnya nggak terpikir kalo ada driver, tapi ahirnya bisa berkat bantuan Riyan alwin :D thx yoo
habis tu lubangin kertas banyaaak bangggget trus masukin ke file-filenya
sampai capek,sampai lapaaar, untung ahirnya makan juga :)

Senin, 10 Januari 2011

MPTI

DEFINISI
manajmen proyek adalah aplikasi atau implementasi dari pengetahuan, ketrampilan, perangkat dan teknik pada suatu aktiifitas proyek untuk memenuhi kebutuhan atau tujuan suatu proyek

5 proses Manajemen proyek
1. inisiasi
2. planing
3. pelaksanaan
4. closing


TUJUAN MP
1. efisiensi [sumber daya, biaya]
2. meningkatkan kualitas
3. meningkatkan produktifitas
4. menekan resiko sekecil mungkin
5. meningkatkan semangat, tanggung jawab dan loyalitas tim

KNOWLEDGE AREA
1. scope management [planning, definisi, wbs, ferifikasi,control ]
2. cost management [estimasi, budgeting, control]
3. time managemen [pembuatan jadwal, monitoring jadwal, control]
4. quality managemen
5. human resource manaemen [kualifikasi,pembentukan tim, kontrol]
6. communication managemen
7. risk managemen
8. procurement managemen
9. project integration management

Sabtu, 08 Januari 2011

mve

PENGERTIAN MULTIMEDIA
- merupakan perpaduan antara berbagai media (format file) yang berupa teks, gambar (vektor atau bitmap), grafik, sound, animasi, video, interaksi, dll. yang telah dikemas menjadi file digital (komputerisasi), digunakan untuk menyampaikan pesan kepada publik.

- Kombinasi dari paling sedikit dua media input atau output. Media ini dapat berupa audio (suara, musik), animasi, video, teks, grafik dan gambar

- Multimedia diartikan penggunaaan dengan berbagai sarana yang tentunya didukung oleh
software maupun hardware untuk menampilkan, menyajikan secara baik dalam format teks, image
atau citra, audio dan video yang dapat diputar ulang ( playback), sehingga pengertian teknologi
multimedia dapat diartikan teknologi yang mampu digunakan untuk mengaplikasikan informasi
keberbagai media yang akan digunakan.

RESOLUSI GAMBAR

mendeskripsikan tentang banyaknya detil gambar yang tersimpan. Resolusi gambar bisa juga digunakan untuk mendefinisikan tentang gambar digital, video, maupun yang lainnya.

format file digital
MPEG 1
Memiliki resolusi 352 X 288 Pixel dengan Bit Rate 1,15 Mega
Byte tiap detik, file ini digunakan untuk dijadikan VCD dan
menjadi file DAT jika sudah menjadi VCD
MPEG 2
Memiliki resolusi 720 X 576 Pixel dan Bit Rate 9.8 Mega Byte
tiap detiknya, file ini dikenal dengan nama DVD.
MPEG 3
Digunakan unruk Video Streaming
MPEG 4
Digunakan untuk iPod, PDA, Mobile Phone
WMV
Memiliki resolusi 352 X 288 Pixel 30 fps, 220 X 176 Pixel 15
fps( untuk Smart Phone ). WMV Pocket PC 320X240 Pixel, 15
fps ( untuk Pocket Phone )
AVI
Codec ( Compressor Decompressor ), Cinepak, Microsoft Video1
( Personal Computer )
MOV
Memiliki resolusi 320 X 240 Pixel 15 fps ( Cinepak), 768 X 576
25 fps ( PAL ), 640 X 480 29,97 fps ( NTSC ), 720 X 480
( NTSC ) Personal Computer
Catatan :
MPEG : Motion Picture Expert Group
WMV : Wave Motion Video
MOV : Movie


Format Audio Data Digital
MIDI Electone, Personal Computer
MP3, MP4 MP3, MP4 Player, Personal Computer
MPEG 1, 2, 3, 4 Editing Software, Personal Computer
WAV Editing Software, Personal Computer
QT QuickTime Player, Personal Computer
Catatan :
MIDI : Musical Instrument Digital Interface
Software Real One Player pada PC dapat memutar hampir semua format audio
dan video.


Teknik Editing Film
Teknik Editing
Dalam teknik editing yang standar yang akan digunakan dalam dunia audio visual baik produksi
penyiaran televisi atau kepentingan lainnya adalah:
1. Editing Intercut ( Intercutting Editing ) yaitu teknik pemotongan gambar dari berbagai aksi
yang terjadi secara serentak di lokasi yang sama atau lokasi yang berbeda yang bertujuan untuk
meningkatkan cerita atau ketegangan dalam cerita, rangkaian gambar misalnya close up wajah dua
orang yang berada di satu lokasi menunjukkan kepada penonton perubahan sudut pandang terhadap
aksi dan reaksi yang terjadi diantara kedua orang itu.
Contoh :
Adegan pencuri yang mulai masuk rumah korban, sementara sekelompok warga yang
sedang ronda sudah mengintai pencuri tersebut, adegan pengintaian ini diperlihatkan kepada
penonton wajah pemeran tersebut, ketegangan dapat ditimbulkan dengan pergantian dengan cepat
pada adegan tersebut.


Pada film Jurasic Park, diperlihatkan adegan dua bocah yang ketakutan dikejar binatang
purba, kecepatan lari dua bocah diimbangi oleh kecepatan biatang tersebut dengan pergantian
gambar yang cepat menimbulkan ketegangan penonton.
2. Editing Analistis ( Analytical Editing ) yaitu teknik editing yang menggunakan beberapa
gambar yang memiliki ukuran gambar ( Type Shoot ) berbeda mulai dengan ukuran terkecil hingga
terbesar atau sebaliknya , dengan tujuan penonton mengerti detail subjek dan focus kepada aksi
yang terpenting.
Contoh :
Bahaya bisa ular yang dapat mematikan manusia, diperlihatkan mulai dari panjang dan besar
ular tersebut secara utuh ( Long Shoot ), kepala ular ( Close Up ), Taring Ular ( Bog Close
Up/Extreem Close Up ) hingga Taring Ular yang meneteskan bisa yang keluar dari taring tersebut.
3. Editing Kontinitas ( Continuity Editing ) yaitu teknik editing yang mengikuti aksi melalui
satu tanda atau patokan tertentu sebagai acuan alur cerita/adegan.
Contoh :
Adegan kejar-kejaran mobil polisi yang mengejar mobil perampok bank, dalam adegan
tersebut diperlihatkan sebuah simpang tiga yang dilewati mobil perampok, kemudian mobil polisi
mengejar juga melewati simpang tiga tersebut dan dilanjutkan dengan melewati sebuah jembatan
oleh mobil perampok yang dilanjutkan dengan usaha mobil polisi melewati jembatan tersebut.
Simpang tiga dan Jembatan menjadi tanda ( Signpost ) bagi lokasi dan jarak antara yang dikejar
dengan pengejarnya.
4. Editing Pandangan ( Point of View Editing ) yaitu teknik Editing yang membangun
hubungan antara dua tempat yang berbeda.
Contoh :
Seorang wanita yang ketakutan dikejar pembunuh dalam rumah bertingkat kemudian berlari
turun lantai bawah dan bersembunyi, suara langkah pembunuh yang terdengar dari bawah,
membuat si wanita melihat keatas mengikuti suara langkah tersebut, adegan melihat keatas ini
digambarkan juga sehingga penonton mengerti tempat yang berbeda antara si wanita dengan si
pembunuh.

KONTINUITAS ARAH PANDANG

Dalam setiap melaksanakan shooting atau produksi suatu acara, maka dibutuhkan
kontinuitas/kesinambungan dan bahasa shot yang seragam untuk menyamakan persepsi pada setiap
orang yang terlibat dalam suatu produksi, baik sutradara/pengarah acara, pengarah teknik, penata
kamera, penata suara dan lain-lainnya, misalnya ukuran besarnya tubuh yang nampak pada layar
berapa besar yang diinginkan sehingga ukuran-ukuran pada layar/frame tidak jauh berbeda dan
termasuk kesinambungan/kontinuitas arah pandang objek dapat dipahami oleh yang menyaksikan
acara tersebut.
Pada saat menghubungkan dua buah shot setiap pergerakan harus dijaga agar menuju ke
suatu arah yang sama. Kalau hal ini tidak dilakukan maka anda akan melanggar suatu peraturan
dasar dalam dunia pertelevisian dan film, yaitu anda telah melewati garis imaginasi ( optical barier/
axis of action/ axis line ).
Terjadinya hal ini akan disebabkan :
- Dua buah kamera atau dua sudut pengambilan gambar ( Angel Camera ) di
tempatkan pada satu bagian / sisi dari garis imaginasi yang menghubungkan dua
orang yang sedang berhadap-hadapan
Shot seperti ini memperlihatkan satu dengan lainnya, tetapi apabila salah satu kamera bergerak ke
sisi yang lain dari garis imaginasi itu akan mengakibatkan shot-shot yang diambil oleh kedua kamera
akan melihat ke arah yang sama, ini tentunya akan membingungkan penonton

Rabu, 05 Januari 2011

spk

DSS : suatu sistem berbasis komputer inter-aktif yang membantu pengambil keputusan memanfaatkan data dan model untuk me-nyelesaikan masalah unstructured. (Scott Morton, 1971)

Manfaat yang didapat :
Keputusan yang berkualitas
Peningkatan komunikasi
cost reduction
Peningkatan produktivitas
Penghematan waktu
Peningkatan kepuasan karyawan dan pelanggan

ALASAN MENGAPA DSS DI BUTUHKAN
Ekonomi tidak stabil
Kesulitan untuk mendeteksi sasaran bisnis yang beragam
Meningkatnya kompetisi
Electronic commerce
Sistem yang ada tidak mendukung pengambilan keputusan
Departemen IS terlalu sibutk
Kebutuhan akan analisis khusus
Kebutuhan informasi yang akurat
Kebutuhan informasi yang baru dan tepat waktu
Penghematan biaya
End-user computing

Konsep H.A Simon
Jenis Keputusan
Keputusan terprogram
Keputusan tdk terprogram

Tahapan Pengambilan Keputusan
Kegiatan intelligen
Kegiatan merancang
Kegiatan memilih
Kegiatan menelaah

Tujuan SPK

Membantu manajemen membuat keputusan untuk memecahkan masalah semi terstruktur
Mendukung penilaian manajer bukan mencoba menggantikannya
Meningkatkan efektifitas pengambilan keputusan manager

TIPE-TIPE KEPUTUSAN
Keputusan terprogram (struktur)
Dibuat menurut kebiasaan, aturan, prosedur; tertulis maupun tidak
Bersifat rutin, berulang-ulang
Keputusan tak terprogram (tidak terstruktur)
Mengenai masalah khusus, khas, tidak biasa
Kebijakan yang ada belum menjawab
Mis. Pengalokasian sumber daya

PROSES PENGAMBILAN KEPUTUSAN MELIPUTI
Intelligence = kegiatan untuk mengenali masalah, kebutuhan atau kesempatan
Design = cara-cara untuk memecahkan masalah / memenuhi kebutuhan
Choice = memilih alternatif keputusan yang terbaik
Implementasi yang disertai dengan pengawasan dan koreksi yang diperlukan

konsep dss
Sistem berbasis model yang terdiri dari prosedur-prosedur dalam pemrosesan data dan pertimbangannya untuk membantu manajer dalam mengambil keputusan. Agar berhasil mencapai tujuannya maka sistem tersebut harus: (1) sederhana, (2) robust, (3) mudah untuk dikontrol, (4) mudah beradaptasi, (5) lengkap pada hal-hal penting, (6) mudah berkomunikasi dengannya. Secara implisit juga berarti bahwa sistem ini harus berbasis komputer dan digunakan sebagai tambahan dari kemampuan penyelesaian masalah dari seseorang.

KOMPOPNEN DSS
data management = termasuk data base, yang mengandung data yang relevan untuk pelbagai situasi dan diatur oleh software yang disebut database management system
model management = melibatkan model finansial , statiskal, managemen ke science atau pelbagai model kuantitatif software yang diperlukan
communication user dapat bberkomunikasi dan memberikan perintah pada dss melalui subsitem ini ini berarti menyediakan antarmuka
knoledge management subsistem optional ini dapat mendukung subsistem lain atau bertindak sebagai komponen yang berdiri sendiri